Minggu, 25 Desember 2011

Solidaritas Punk, SID Siap Tampil di Aceh!


Kapanlagi.com - Aksi yang dilakukan oleh pihak kepolisian Aceh dengan menangkap, menggunduli, mencebur dan melepas tindik 64 anak punk Aceh mendapat reaksi dari banyak pihak. Salah satunya dari band Punk Rock asal Kuta, Bali, Superman Is Dead yang menyatakan siap tampil di Aceh. Dari akun drummernya, Jerinx, band punk rock terbesar di Indoneseia tersebut diketahui berencana untuk menggelar konser free di kota Serambi Mekah.

”Anyway, saat ini SID sedang bernegosiasi dgn sebuah EO Aceh agar bisa manggung disana. Kita ga minta fee. Semoga terwujud!” tulis Jerinx lewat akun @JRX_SID.
Aksi ini merupakan bentuk solidaritas band yang digawangi Jerinx, Bobby Cool dan Eka Rock terhadap komunitas punk yang mendapat perlakuan buruk dari pihak Kepolisian. SID bersedia tampil tanpa bayaran, bahkan sekedar bermain akustik jika dianggap terlalu rumit untuk tampil full band.
Superman Is Dead bersedia tampil tanpa bayaran di Aceh. Jika dianggap terlalu rumit secara teknis, kami manggung secara akustik pun tidak masalah. Pihak panitia sudah bersedia namun sampai sekarang mereka masih harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah di sana. Syarat dari kami simple saja, kami diperbolehkan manggung dengan menjadi diri sendiri selama di Aceh,” jelas Jerinx seperti dilansir oleh RollingStone Indonesia, Rabu (21/12).
Selain konser, SID juga siap berdiskusi dengan pihak yang berwajib untuk menghilangkan stigma negatif punk yang dianggap meresahkan masyarakat. Bagi Jerinx punk punk pun bisa saja seorang yang cerdas dan peduli lingkungan hidup. Usai insiden penangkapan dan penggundulan tersebut, penggemar SID di Aceh memang meminta dukungan.
”Kami tidak membela dengan hanya bermodalkan solidaritas punk yang buta. Kalau memang melanggar hukum, siapapun harus ditangkap dan dihukum, tapi teman-teman punk di Aceh ini kan bukan kriminal. Mengapa mereka ditangkap, digunduli, diseragamkan dan harus menjadi pemuda relijius? Terkesan menjadi punk itu adalah setan,” tegas Jerinx(rsi/sjw)

Ultah Ke-16, Superman Is Dead Nge-'Unplugged'


Kapanlagi.com - Apa jadinya kalau musik Superman Is Dead mendadak 'melunak'? Tak ada lagi nada-nada garang yang terlontar dari Bobby Kool (gitar, vokal), Eka Rock (bass), dan Jerinx (drum). Mungkin banyak yang kaget, tapi itulah yang akan dipersembahkan band yang bermarkas di Poppies Lane II - Kuta, Bali, ini di ulang tahun ke-16 mereka.Mengambil tempat di Rock Bar Bali pada 18 Agustus 2011 mendatang, SID bakal menampilkan sisi lain mereka dengan nuansa unplugged di acara bertajuk Sweet Sixteen Birthday Gig.
Merekam kebanyakan lagu mereka dalam bahasa Inggris, tak bisa dipungkiri lagi bahwa SID adalah band punk rock paling sukses di Indonesia. Sejak kontrak dengan label Sony-BMG pada 2003 lalu, mereka sudah menorehkan kesan lewat tur-tur yang digelar di Amerika, Australia, dan Indonesia sendiri. Istimewanya lagi, SID adalah band pertama Indonesia yang pernah tercatat di daftar Billboard Amerika.
Di ultah yang ke-16 ini, para penggemar akan diberi suasana berbeda. Tiket dipatok seharga Rp250 ribu untuk presale dan Rp350.000 untuk pembelian di tempat. Sementara itu, setiap Rp50.000 dari penjualan tiket akan disisihkan kepada Sanatana Dharma Orphanage di Bali - sebuah yayasan yang dibangun oleh para pegawai Ayana dan saat ini menampung 35 orang anak.
Untuk pembelian tiket ulang tahun Superman Is Dead, hubungi Ayana Resort and Spa Bali: (0361) 702124 atau lewat fb.reservation@ayanaresort.com. (kpl/boo)

Ultah, SID Gelar Sweet Sixteen Unplugged



Kapanlagi.com - 18 Agustus 2011 menjadi hari yang bahagia bagi Superman Is Dead beserta Outsiders dan Lady Rose (julukan fans SID). Pasalanya grup band punk rock asal Kuta, Bali ini merayakan ulang tahunnya yang ke-16.Tak ingin dirayakan secara biasa, band yang digawangi oleh Booby Kool (vocal/gitar), Eka Rock (bas/backing vocal) dan Jerinx (drum) akan menggelar sebuah pesta ultah yang berbeda.
Dengan tajuk Sweet Sixteen Unplugged, Superman Is Dead akan menunjukkan sisi manis dari penampilan mereka yang belum pernah dilihat oleh masyarakat umum. Seperti dikutip dari Rolling Stones Indonesia, mereka akan tampil di Rock Bar, Bali pada tanggal 18 Agustus yang direncanakan digelar pukul 22.00 WITA.
Untuk tiket acara ini, SID hanya menyediakan sekitar 400 lembar yang sudah bisa dibeli sejak tanggal 1 Agustus 2011. Untuk pre sale mereka membanderol dengan harga Rp250.000 dan on the spot sekitar Rp350.000.
Dari sebagian hasil pendapatan konser ini, Superman Is Dead akan menyumbangkan untuk panti asuhan Sanatana Dharma.  (kpl/faj)

Minggu, 18 Desember 2011

SUPERMAN IS DEAD


Superman Is Dead (disingkat SID) adalah sebuah grup musik dari Bali, bermarkas di Poppies Lane II - Kuta. Grup musik ini beranggotakan tiga pemuda asal Bali, yaitu: Bobby Kool sebagai gitaris dan vokalis, Eka Rock sebagi bassis, dan Jerinx sebagai drummer.

Pada awal mula kemunculan, sekitar akhir tahun 1995, SID terpengaruh gaya musik dari band-band asing seperti Green Day dan NOFX. Di kemudian hari, inspirasi musikal SID bergeser ke genre Punk 'n Roll à la grup musik Supersuckers, Living End dan Social Distortion.

Penggemar Superman Is Dead disebut Outsiders bagi yang laki-laki dan Lady Rose bagi yang perempuan.




SEJARAH :

Superman Is Dead yang biasanya dipanggil SID terbentuk pada tahun 1995. Awal mula terbentuknya SID (Superman Is Dead) dimotori oleh anggota band heavy metal thunder bernama Ari Astina sering dipanggil Jerinx yang ingin membentuk band baru. Dan drummer band new wave punk diamond clash Budi Sartika yg biasa dipanggil Bobby Kool yang ingin menjadi gitaris dan vokalis.

Jerinx dan Bobby bertemu di Kuta Bali. Kedua orang itu kemudian sepakat untuk membentuk sebuah band. Pada saat itu bass masih diisi oleh additional bassist bernama Ajuzt. Band mereka pada awalnya membawakan lagu-lagu dari Green Day.

Hari berganti hari datanglah personil baru yang bernama Eka Arsana panggilannya Eka Rock. Eka menjadi resmi sebagai personil SID. Dulu nama bandnya bukan Superman Is Dead tetapi Superman Is Silver Gun. Kemudian karena nama Superman Is Silver Gun kurang cocok bergantilah menjadi Superman Is Dead atau SID. Superman Is Dead mempunyai arti yaitu bahwa manusia yang sempurna hanyalah illusi belaka dan imajinasi manusia yang tidak akan pernah ada.

Nama : Eka Rock Tempat/tgl lahir : Negara, 8 Februari 1975 Pendidikan : Sastra Inggris, Faksas Unud

Nama : Bobby Kool Tempat/tgl lahir : Denpasar, 8 September 1977 Pendidikan : Sastra Inggris, Faksas Univ. Warmadewa Denpasar

Nama : Jerinx Tempat/tgl lahir : Kuta, 10 Februari 1977 Pendidikan : Fakultas Ekonomi, Undiknas De


ALBUM :

Kuta Rock City

Kuta Rock City dirilis secara resmi pada Maret 2003 dibawah label Sony Music Indonesia. Dengan single-single andalannya yaitu Punk Hari Ini dan Kuta Rock City yang kental dengan pengaruh Green Day dan NOFX langsung membuat nama SID disejajarkan dengan band-band rock.Selain beberapa lagu baru, SID juga menambahkan beberapa lagu lama dari album indie mereka tetapi dengan aransemen yang lebih baik dan baru. Album perdana SID ini langsung melambungkan nama SID sebagai band pendatang baru terbaik. Selain itu pula, ini merupakan langkah pertama SID di mayor label yang menimbulkan beberapa kontroversi di kalangan punk.

The Hangover Decade

Album yang dirilis tahun 2005 ini merupakan penanda 10 tahun SID berdiri. Di album keduanya SID masih mengambil jalur Punk seperti pada album Kuta Rock City, Di Album ini SID kembali memasukkan beberapa lagu lamanya seperti Long Way to The Bar, TV Brain, dan Bad bad bad.

Black Market Love

Album ketiga ini terkesan lebih dewasa[rujukan?], dengan lirik yang bercerita tentang kemarahan alam, keserakahan manusia, keadaan sosial dan politik. Dengan memasukkan unsur-unsur alat musik seperti akordion, trompet dan keyboards, seperti pada lagu Bukan Pahlawan dan Menginjak Neraka. Album ini dirilis tahun 2006.

Angels & the Outsiders

Album keempat yang dirilis tahun 2009 pada mayor label ini mengesankan bahwa semakin dewasanya SID. Masih seperti album sebelumnya, SID tetap mengandalkan lirik sosial dan perlawanan terhadap penindasaan. Album kali ini SID masih memainkan musik punkrock dengan sentuhan rock n' roll. Album SID ini menuai keberhasilan. Salah satunya adalah SID berhasil diundang ke Warped Tour Festival di Amerika Serikat dan melaksanakan tour di beberapa kota di USA. Ini merupakan keberhasilan SID karena merupakan satu-satunya band Indonesia dan band kedua di Asia yang dipanggil ke Warped Tour walaupun album mereka tidak dirilis di USA.



Interview with SUPERMAN IS DEAD (Original)




Band pertama dari Indonesia yang tampil di VANS WARPED TOUR AMERICA, walaupun tidak merilis album di Amerika tapi tampil di Warped Tour.

1. Kalian menjadi band Asia pertama yang tampil di Vans Warped Tour. Apa komentar kalian, dan atraksi apa saja yang kalian siapkan untuk itu?

Sebenarnya kita bukan band Asia pertama yang tampil di Warped Tour. SID adalah band Asia kedua, tapi kita adalah band Asia pertama yang walaupun tidak merilis album di Amerika tapi tampil di Warped Tour. Sebelumnya [tahun 2003] ada band punkrock dari Beijing yang sempat tampil di Warped namun album mereka sebelumya dirilis oleh label Amerika dan mereka dibawa ke Warped oleh labelnya. Perasaan kita sejauh ini sangat excited dan ada sedikit perasaan tegang juga, this a big chapter for us and one of our biggest dream. Karena waktu kita tampil per show di Warped hanya 20 menit, kita akan menyiapkan repertoar tanpa ampun. Hajar sejak awal, tanpa jeda, dan pergi pada saat yang tepat. Dengan waktu yang singkat kita akan coba meninggalkan kesan yang tajam menusuk. Atraksi khusus sejauh ini belum ada yang kita siapkan,-selain memasang bendera Merah Putih di stage- mungkin kita akan memakai pakaian adat Bali sambil bawa keris? Haha...we'll see how it goes....

2. Di sana kalian akan menjalani tur. Hal apa yang paling menyenangkan dan menyebalkan dari sebuah tur?

Berkaca dari tour kita di Australia, yang paling menyenangkan adalah ketika kita berada diatas panggung dan melihat ekspresi para penonton yang sebelumnya seperti underestimate terhadap SID namun perlahan mulai menangkap energi yang kita lemparkan. Dan pada akhirnya semua ikut berpesta dengan SID ditemani stage dive dan mosh yang mereka ciptakan. That feeling is priceless. Selain itu mencicipi rasa bir yang berbeda-beda disetiap state and making new friends selalu menjadi hal yang menyenangkan. Biasanya banyal hal-hal adventurous dan unpredictable terjadi with our new friends. Haha. Yang paling menyebalkan mungkin pada saat kita lelah atau sakit disertai massive hangover. But mostly it's fun coz we're doing what we love...

3. Energi apa yang ingin ditonjolkan dari album Angels and the Outsiders?

Positivity, kerja keras dan semangat unity in diversity a.k.a Bhinneka Tunggal Ika.

4. Apa saja hal favorit kalian di album ini?

Selain cover nya yang kita anggap the best abum cover since The Clash's London Calling, kita menyukai the fact that SID tidak harus selalu bermain up-tempo untuk tetap menyalakan api pemberontakan. Dengan bermain mid-tempo pesan kita tetap tersampaikan dengan utuh. Album ini bisa disebut sebagai a mind opener untuk generasi yang menganggap punkrock harus selalu bermain cepat dan penuh distorsi. Ibaratnya, kita tidak harus memelihara anjing pitbull untuk merasa menjadi seorang lelaki. There's so many other dangerous things than a pitbull. This album is a statement that punkrock is already in our blood so we don't need to be pretentious and showing it with too much speed and distortion. We know what we're made of.

5. Kalau ada orang yang baru pertama kali mendengar SID, apa wejangan kalian terhadapnya, dan sebaiknya dia memulai dengan mendengarkan album yang mana?

Start it with Black Market Love, karena di album ini SID mulai menemukan bentuk pemikiran yang nantinya menjadi fondasi musik dan attitude kita sampai sejauh ini. Perpaduan esensi amarah punkrock, kebrandalan rockabilly, outlaw love songs dan being the real minority in Indonesia. That's SID dan Black Market Love merangkumnya dengan seimbang. Our suggestion to our first listener will be "Go grab a beer and kiss the mainstream world goodbye!"

6. Kalian tidak takut bereksperimen dan memasukkan hal-hal baru. Bagi kalian, seberapa penting menjaga keterbukaan dalam bermusik?

Honestly, musically nothing is new in this world. Everything has been done. That's why hal-hal baru yang kita masukkan juga selalu kita jaga agar tidak menjadi dominan dan benang merah SID tetap terlihat. Kami selalu berexperimen tapi tidak sampai ke level 'too much'. We're not The Mars Volta, we're a punkrock band so esensi yang kita pegang teguh adalah etika 'in your face'. Straightforward, tidak banyak basa basi atau bermain-main dengan dimensi. Sometime less is more.

7. Berdiri selama lebih dari 10 tahun dengan personal yang sama sudah merupakan suatu prestasi membanggakan untuk sebuah band. Apakah ini berlaku juga untuk kalian? Apa tantangan yang paling besar dalam mempertahankan SID selama ini?

Kita merasa it's just the beginning of SID. Kita baru saja terlahir kembali dengan album Angels and The Outsiders dan jalan kita masih sangat panjang. 14 tahun mungkin bukan waktu yang singkat namun kami masih terus belajar. Belajar bagaimana menundukkan industri musik Indonesia, belajar bagaimana menerjemahkan isi kepala dan hati kita dengan lebih utuh tanpa bias agar pendengar juga bisa menerjemahkannya dengan benar. Dalam tubuh SID sendiri saat ini kita tidak menemukan masalah yang signifikan untuk menjaga keutuhan band. Tantangan terbesar justru datangnya dari industri musik Indonesia dimana kita kadang dihadapkan dengan sebuah tembok besar bernama diskriminasi. Hal-hal seperti itu yang kadang membat kita drop, namun kadang juga memberi motivasi untuk lebih keras lagi menampar wajah industri musik Indonesia, dengan prestasi dan hal-hal positif tentunya.

8. Musik Indonesia saat ini dihuni band-band yang seragam. Apakah kalian melihat itu sebagai tantangan, sesuatu yang harus hilang, atau itu justru tidak masuk dalam perhatian kalian?

Bagi SID itu sebuah tantangan besar yang harus ditaklukkan. Kita ini bagaikan semut yang melawan gajah, namun semutnya percaya diri karena punya karma dan strategi yang bagus. Situasi industri musik Indonesia inilah yang membuat kita tertantang untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa musisi Indonesia sebenarnya tidak seragam. Dan sebenarnya terlihat seragam karena band-band yang muncul di TV/media adalah band-band yang itu itu saja. Hasil survei statistik amatir versi SID: di Indonesia jumlah band yang memainkan musik-musik cutting edge lebih banyak daripada band-band komersial. Lalu kenapa band komersial yang selalu dominan di media-media? Itulah yang sedang kita pelajari formula nya, kita mencoba dalami trik-trik bisnis nya tanpa mengorbankan idealisme dan sikap hidup. Kita percaya -apalagi dengan fanbase Outsiders yang bertambah kuat setiap detik- jika serius kita pasti bisa menaklukkan sang gajah industri.

9. Kalian berbicara tentang hal-hal yang 'rumit' melalui musik, seperti menentang perang, kesetaraan, sampai Bhinneka Tunggal Ika. Apakah pernah merasakan kesulitan dalam melakukannya? Jika ya, apa saja dan bagaimana mengatasinya?

Hal-hal yang kita suarakan sebenarnya bukanlah hal-hal yang rumit. It's all real. Itu semua terjadi setiap saat disekitar kita, secara langsung maupun tidak. Cuma masalahnya sekarang apakah kita mau membicarakannya? Kita percaya sebuah issue akan bisa menjadi sedikit teratasi dan mulai menemukan solusi disaat kita mulai terbiasa membicarakannya. Contohnya issue HIV dan Global Warming, masyarakat kita sekarang sudah jauh lebih terbuka dan educated tentang issue-issue tersebut. Mungkin suatu saat, hal yang sama akan terjadi dalam issue kesetaraan, SARA yang -mudah-mudahan- nantinya bisa memberi impact positif dalam kehidupan kita di Indonesia yang multi-kultural. Kami sadar, kami ini hanya sebuah band dan pesan-pesan kita tidak akan bisa merubah dunia seperti yang kita bayangkan. Kami tahu banyak musisi lain melihat apa yang kita lakukan ini tidak efektif. Buat apa musisi bicara tentang kesetaraan, perdamaian? Useless! Sudah sana cari duit saja, main aman, nyanyi cinta, kalian tidak akan bisa merubah Indonesia. And you know what? We don't give a flying fuck about what you think of us. We're rebels and we like to take some risk. Kita tidak mengklaim diri kita lebih baik daripada orang lain, tapi SID mencintai Indonesia dan ingin melakukan sesuatu yang positif untuk pemikiran generasi muda bangsa ini. Bagi SID, rasa ketidak pedulian tidak akan membawa kita kemana-mana. Menjadi peduli adalah tindakan yang bernyali. Karena kita punya musik, maka musik lah yang kita pakai sebagai senjata. Kita tidak pernah menemukan kesulitan besar karena kami nyaman dengan apa yang kami lakukan. Kami nyaman berada di posisi ini: sebuah band minoritas dengan fanbase kuat yang tidak takut menjadi dirinya dan selalu berpesta keras untuk Bhinneka Tunggal Ika. Does that sounds familiar di Indonesia? No. Hell no.

10. Apakah kalian merasa harus selalu memasukkan pesan dalam musik kalian?

Tidak juga. Ada beberapa lagu SID yang bercerita tentang hal-hal ringan selain hal 'rumit' diatas. Namun bagi kita semua lagu pasti ada pesannya. Entah itu krusial atau tidak, tergantung dari perspektif dan background pendengarnya.

11. Apa hal yang paling ingin kalian lakukan, tapi belum kesampaian?

Membuat video klip 'Memories of Rose' yang di sutradarai oleh Garin Nugroho dan memakai Christine Hakim sebagai model-nya.

12. Band/musisi apa yang sedang gemar didengar?

Bobby Kool: The Living End, NOFX, AFI, AC/DC, Dave Matthews Band, No Use For A Name.
Eka Rock: The Living End, AC/DC, AFI, Helltrain, Paul Anka, No Use For A Name.
Jrx: The Gaslight Anthem, Bruce Springsteen, Everlast, Social Distortion, Tiger Army.

13. Setelah berdiri selama ini, pencapaian apa yang paling membuat kalian bangga?

Melewati 15 tahun dengan punkrock dan personel yang sama membuat kami merasa kuat. Namun melihat peta kekuatan Outsiders di Indonesia yang berkembang pesat dan makin kuat membuat kami bangga dan percaya diri. Mereka adalah refleksi SID terhadap sikap masyarakat mainstream. Walaupun kami minoritas, kami makin kuat dan tidak pernah sendiri...

14. SID adalah ikon musik Bali. Setujukah Anda dengan pernyataan itu?

Mungkin lebih tepatnya sebagai 'salah satu' ikon musik Bali. Dan lebih tepat lagi kalau SID adalah Ikon Berandalan Bali. Hahaha.

15. Kalian ingin dikenang sebagai apa?

Band yang membuat orang tua dan pacar anda resah.

Wawancara Superman Is Dead- Jurnallica Webzine


No Image Preview
No Image Preview
No Image Preview



1) Apa yang membuat kalian tetap eksis? Pada press release album terakhir sepertinya kalian ingin memuntahkan masa-masa kemelut dalam eksistensi ben ini, sampai-sampai si Superman merasa hampir menyerah.
Jrx: Rasa cinta dan dukungan alam semesta yang membuat kami bertahan. Dua faktor tersebut tidak bisa dikalahkan oleh apapun juga.



  2) Jika pada masa sulit itu membuat SID bubar, kira-kira kalian akan mengambil alih pekerjaan apa? Kita tau, di Indonesia banyak musisi indie/cutting-edge belum bisa menggantungkan hidup dari nge-ben. Atau kalian memang mendedikasikan hidup sebagai ben punkrock dan trus rock n roll?
Jrx: Jika SID harus bubar, saya akan menjadi aktor atau desainer, Bobby menjadi graphic designer dan atlet badminton, Eka bisa menjadi ahli IT dan multimedia. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Tapi kenyataannya, SID tidak akan bubar. Kita mungkin suatu saat akan meredup, tapi tidak akan pernah padam.

  3) Apa yang signifikan dari “Angels & The Outsiders” dibanding album-album sebelumnya?
Jrx: Kita membuka pemikiran orang bahwa nyawa punkrock tidak terletak pada distorsi, makian dan tempo lagu yang cepat. It's all in the lyrics and attitude...

  4) We know, industri musik di sini masih mengedepankan sisi komersialisme dibanding mutu karya. Dalam arti, label rekaman cenderung memilih musik yang gampang dicerna, catchy, easy-listening dan akhirnya terlihat seragam. Kalian sebagai ben punk yang tergabung dalam label mayor, apakah juga kompromi dalam berkarya? Apa yang kalian lakukan untuk meyakinkan Jan Djuhana agar SID tetap di label SONY?
Jrx: Dari awal Sony Music sudah tahu karakter SID seperti apa dan kita memiliki gentleman's agreement bahwa label tidak ikut campur di wilayah berkesenian SID. Lagu, lirik, video klip, art work, image, konser, dll kita yang menentukan. Sony memproduseri album, mengurus promo dan distribusinya.

  5) Selain di luar itu, apa yang ‘meresahkan’ dari dunia industri musik?
Jrx: Yang meresahkan bukan pelaku industrinya saja, tapi peminat industrinya. Semua bertalian. Selera mereka yang seragam membuat band berlomba-lomba untuk menjadi seragam. Di sini media punya peran besar dalam membentuk selera pasar. Jangan cuma menyalahkan band atau media juga, kita semua ikut terlibat kok dalam kemunduran ini. Dan tidak ada gunanya mengeluh, lebih baik lakukan sesuatu yang besar dan hajar kemunduran sampai titik penghabisan.  

6) Sebagai ben, apa kalian memerlukan sebuah imej/citra?
Jrx: Jika kamu ingin meraih langit, citra sangat signifikan karena setiap band memerlu-kan wajah. Sama seperti manusia, wajah [citra] ini ber-fungsi untuk dijadikan kekuatan yang membedakan-mu dengan band/manusia yang lain. Dan citra tidak harus identik dengan fashion. Attitude, movement, lirik, dll bisa menjadi citra/wajah setiap band.

  7) Apa yang membuat SID lebih terekspos dari ben-ben Bali lainnya? Apakah di Bali tidak memiliki basis media yang kuat (khususnya untuk musik cutting-edge)? Atau kalian merasa ada sentralisme pada permusikan Indonesia?
Jrx: Yup, Bali belum memiliki basis media yang kuat. Semua masih terpusat di Jakarta. SID terekspos karena kami melakukan sesuatu yang layak di-ekspos. Bukan karena skandal infotainment pastinya.

8) Seandainya SID tak berlanjut, mungkin kalian tak akan merealisasikan mimpi agung-nya, yaitu tur Amerika. Ada 2 tur lagih! Pada tur Vans Warped kalian cuma tampil sebagai ben ‘ecek-ecek’ (baca: kurang famous) sedangkan di tur From Bali with Rock kalian hadir sebagai headliner. Apa perbedaan yang kalian rasakan dari 2 tur tersebut? Dan setelah merasakan panggung bergengsi dalam festival dunia, apa yang berbeda dari event-event lainnya?
Jrx: Tidak ada perbedaan besar karena di US walaupun kami headliner, tetap saja orang sana mostly tidak tahu SID. Faktor perjuangannya sangat dominan. Perbedaan event internasional dengan event lainnya lebih pada disiplin waktu yang akurat dan masalah kebersihan. Orang Indonesia harus lebih sadar kebersihan dan menghilangkan kebiasaan jam karet.

9) Saya teringat statement dari promoter lokal ternama, bahwa yang membuat ben-ben Indonesia sulit go international adalah perkara bahasa/lirik. Tapi dengan berhasilnya SID tur ke Amerika telah melabrak argument-argumen yang sama. Kalo bagi kalian, apa yang membuat ben-ben lokal susah tembus ke skala dunia? Atau, semua itu memang ada faktor keberuntungan juga?
Jrx: Hukum alam. Mungkin karena memang belum waktunya. Jika harus terjadi, pasti akan terjadi. Everything happens for a reason.

10) Secara kultur musik, kalian kan juga mengadopsi budaya luar. Tapi selama tur di Amerika kalian merasa ada penilaian ‘dibanding-bandingkan’ ‘ga?
Jrx: Gak ada, mungkin publik AS sudah melewati fase 'membanding-bandingkan' band ini dengan band itu. Mereka lebih kepada sikap take it or leave it. Jika suka, mereka tunjukkan dukungan, jika tidak suka ya mereka pergi. Fair dan gak banyak basa basi seperti di Indonesia.

11) SID pernah buat DVD tur Australia. Ada rencana tur Amerika kemarin dibuatkan DVD-nya juga? Kalo iya, kapan dirilis?
Jrx: Sedang di-edit, mudah-mudahan rilis sebelum 2010.

  12) Ehm! Selama tur Amerika kemarin kalian dapet groupis ‘ga?
Jrx: No comment.

13) Sebelumnya, sejauhmana kalian mengetahui fanbase SID di luar Indonesia, terutama Amerika?
Jrx: Kami mengetahuinya lewat Myspace, ada beberapa warga AS yang menyimak perjalanan SID dan memesan merchandise/CD untuk dikirim ke AS. Walaupun jumlahnya tidak fantastis, lumayanlah daripada tidak ada sama sekali.

14) Baru-baru ini SID mendeklarasikan para “Outsiders” wanita dengan sebutan “Lady Rose”. Ada alasan khusus?
Jrx: Agar wanita dalm dunia punkrock lebih dihargai dan dilindungi. Tidak dianggap sebagai pelengkap saja karena sejatinya peran mereka juga besar. Selain itu juga untuk mengikis image 'machoisme' yang berlebihan dalam punkrock. Kami sudah muak dengan stigma punkrock itu simbol kekerasan/kejantanan. Itu semua omong kosong manusia-manusia berpikiran sempit. Punkrock tidak mengenal jenis kelamin, ras, dan strata sosial. Punkrock ada untuk semua manusia tanpa terkecuali. Miskin-kaya tua-muda laki-perempuan, semua bebas menikmati punkrock.

15) Banyak ben-ben luar (terutama yang cutting-edge) lebih mengharapkan ‘pemasukannya’ dari hasil tur dibanding penjualan album. Kalian sendiri bagaimana?
Jrx: Sama.

16) Dengan partisipasi kalian dalam tur Vans Warped, ini tentu menambah reputasi kalian. Dengan begitu, apa ‘bayaran’ kalian juga naik?
Jrx: Tergantung acaranya. Kemarin konser amal untuk Padang kita tidak dibayar dan ikut menyumbangkan donasi dalam bentuk lelang t-shirt/CD SID. Tapi kalau acaranya memang komersial dan disponsori korporat besar, kenapa harus malu meminta bagian yang besar juga. Realistis tidak ada salahnya.

17) Melihat style kalian yang rockabilly, jelas SID punya influens sisi western yang cukup kuat. Tapi saat tur Vans Warped kalian mengenakan pakaian adat Bali. Apa ini hanya pendomplengan identitas aja supaya mendapat simpatik? Bukankah sebelumnya kalian mengumbar nilai-nilai be yourself?
Jrx: Pertanyaanmu agak norak sebenarnya [hehehe-red] but anyway, kita memakai pakaian adat Bali karena beberapa alasan;
1. Publik AS tidak tahu Bali/Indonesia itu seperti apa dan pakaian adat bisa menjadi penegas darimana kita berasal.
2. Posisi kita di sana sebagai duta Indonesia dan tour kita memang bertujuan mempromosikan Bali/Indonesia.
3. Kita tetap menjadi diri sendiri karena di Bali kita sering memakai pakaian adat untuk beberapa acara yang bersifat adat.

18) Bagaimana pengklaiman budaya atas negara lain yang belum lama ini terjadi, bahkan tari Pendet dari Bali sempat kena imbasnya.
Jrx: Basi. Tiba-tiba semua orang menjadi patriotik berlebihan. Tidak mau melihat fenomena ini lebih luas dan bijak. Maunya perang dan perang. Lebih baik perbaiki dulu negara kita, benahi sistem pendidikan dan kesehatan untuk warga miskin, kurangi jumlah pengangguran. Kalau sudah kuat baru kita bicara perang. Tapi SID tidak pernah mendukung perang. Perang tidak pernah menyelasaikan masalah tapi menambah masalah. Buktinya sudah banyak: Iraq, Israel, Palestina. Semua masalah bisa diselesaikan tanpa harus menghilangkan nyawa manusia-manusia tidak bersalah. Fuck war!

19) Seandainya Bali berpisah dari Indonesia dan menjadi negara tunggal, kalian sepakat ngga?
Jrx: Haha. Gak mau dan gak mungkin bisa, listrik saja Bali masih tergantung sama Jawa. Cuma orang gila yang berpikir Bali bisa menjadi negara tunggal karena faktanya Bali masih sangat tergantung dengan propinsi-propinsi lain di Indonesia.

  20) Pernah ngga kalian ditolak orang tua pacar karena penampilan kalian yang rock n roll?
Jrx: No comment.

  21) Ok. Ada yang ingin ditambahkan?
Jrx: Jaga dan hormati bumi ini maka ia akan membalasnya dengan cinta. Masa depan semesta ini kita semua yang menentukan.

Kamis, 08 Desember 2011

Berikut data-data personil Superman Is Dead :



EKA ROCK ( bass,backing vocal,beer drinker,warm smilin',Rock 'N Roll bandman )

Tempat/tanggal lahir : Denpasar,8 Februari 1975
Pendidikan : Sastra Inggris,Faksas Unud














BOBBY COOL ( beer drinker,lead vocal,guitar,well-known as "The Bastard Child of Fat Mike" since his voice sounds pretty similar with that NOFX frontman )

Tempat/tanggal lahir : Denpasar, 8 September 1977
Pendidikan : Sastra Inggris, Faksas Univ.Warmadewa Denpasar










JERINX ( hairwax junkie,drum,beer drinkin' Rock 'N Roll prince charming )

Tempat/tanggal lahir : Kuta, 10 Februari 1977

Pendidikan : Fakultas Ekonomi,Undiknas Denpasar


PEMBERONTAK ??






Rebel For Life by JRX (taken from Jerinx SID Myspace blogs) By jrx



Rebel For Life


By jrx



Pemberontak, rebel......what's came up in your head when you hear this word?



Melawan orang tua? Drugs? Mabuk lalu menghajar orang? or mengganti dress-code mu mengikuti gaya band2 yang over-played di MTV?



Well, no matter what you do, esensi pemberontakan tidak akan pernah berubah.



A real rebellion stays under your skin. Bukan dari dandanan, machoism, tattoos, piercing or anorexic-look yang dibuat-buat. There's two kinds of rebel. Once you're a real rebel, kamu akan selalu jadi a rebel for most of your lifetime, tak akan bisa berubah coz that's who you are. It's in your blood. Kamu akan selalu berpikir utk melawan kecenderungan2 yang ada, kapan saja dimana saja.But when you're a wannabe-rebel [pemberontak tanpa misi dan prinsip yang jelas] kamu hanya akan memandang sebuah pemberontakan dari sisi luarnya aja [baca: fashion] Dan a wannabe-rebel tidak akan pernah membuat sejarah atau melahirkan pemikiran baru yang lebih baik utk generasinya.



Kita orang timur emang seringkali bingung mengadaptasi culture barat yang sedemikian liberalnya, dimana disini masyarakat kita diikat oleh tatanan atau norma yang kadang gak penting dan berlebihan. Masyarakat kita mencintai keseragaman dan kurang menghargai sosok2 idealis or individualis. Menjadi seorang rebel memang susah untuk hidup di Indonesia, for real, tapi disanalah letak art of the rebellion-nya. Sesuatu yang memerlukan pengorbanan karena masyarakat kita masih cenderung melihat sisi negatif dari seorang rebel [di cap sok kebarat-baratan dll]. Padahal menjadi rebel bukanlah hal yang 100% salah. Tergantung apa yang kamu lawan. Misalnya, kamu benci melihat sinetron2 Indonesia yang mewah, dangkal dan mudah ditebak, lalu kamu bikin sebuah film dokumenter ttg bagaimana sinetron2 tsb membodohi masyarakat kita yang mayoritas masih hidup dibawah garis kemiskinan. Itu sebuah pemberontakan yang pintar. Sebuah counter thd. komersialitas dan penyeragaman yang berlebihan.



A real rebel selalu berada diluar kecenderungan masyarakat, dan itu bukanlah pilihan yang salah, selama kamu bisa bertahan dan mempertanggung jawabkan misi dari pemberontakkan mu.



Harus diingat, kecenderungan di masyarakat atau di scene tidak selalu benar dan baik buat kita.



Contohnya ketika trend emo menyerang, remaja kota2 besar beramai-ramai menutupi rambutnya dgn poni dan bikin band emo dadakan, alasannya biar keliatan 'cool' dan diterima di pergaulan kota besar yang makin konsumtif. Hanya sebagian kecil dari remaja2 kita yang serius menyimak dan mengerti lirik band2 emo. Ironis. Padahal diasalnya, band2 tsb terbentuk karena mereka sering tersisih dalam pergaulan, dan musik yang mereka tulis adalah penegas kalau mereka adalah orang2 yang berada diluar kecenderungan/pergaulan. Disini, oleh sebagian besar remaja malah dipakai senjata utk kelihatan 'up to date' dan 'gaul'[damn, i hate that word!]. Same thing happens to punkrock and ska and maybe rockabilly in the future.. Misi pemberontakannya ditinggalkan, fashion-nya di obral habis2an. Dan menurut saya itu samasekali bukan pemberontakan.



Kalau saya umpamakan pemberontakan adalah struktur sebuah lagu/band, jadinya begini: pakaian yang dikenakan oleh personel band, jenis suara gitar, drum dan suara teriakan/nyanyian vokal adalah media penyampai pemberontakan, sedangkan isi dari pemberontakan itu sendiri ada pada lirik. Karena lirik berasal dari pemikiran yang paling dalam, ada pesan yang ingin disampaikan. Banyak orang yang bisa bermain skillful, tempo drum hebat, tehnik vokal diatas angin dan bergaya spt rockstar kebanyakan groupies yang mempunyai masalah kejiwaan [yea right...] tapi jarang bgt ada band Indonesia, apalagi yang terkenal,punya lirik berontak yang skaligus pintar. Ujung2nya paling keras bisanya menghujat pemerintah tanpa ngasi solusi yang jelas, yang buruh bangunan pun bisa melakukan itu sambil menghisap kretek terakhirnya. Jadi ya, percuma saja kalau ada band yang merasa sudah pemberontak hanya karena memakai kaos gambar tengkorak, tattoo or mohawk, distorsi maksimum dgn beat drum yang berat, tapi liriknya masih standar khas Indonesia [lirik cinta yang dangkal dan di klip harus ada model cantik dan ganteng lagi berantem] Seorang rebel akan menemui kesulitan men-support band2 sptitu. Lagipula, kenapa harus nyerah ama standar2 yang dibikin ama generasi sblm kita, apa kita tidak punya hak utk punya taste thd standar yang berbeda?



Sekarang try to think, kecenderungan apa aja yang ada di masyarakat kita yang kamu rasa mengganggu tidurmu. Ignorance is the real enemy. Kamu benci melihat budaya kekerasan yang semakin populer di masyarakat, lawan itu semua dan jangan ikut menjadi seperti mereka. Kamu kesal stiap kali melihat masyarakat dengan santainya membuang sampah plastik sembarangan, jadilah seorang pro-environment dan pengaruhi orang2 disekitarmu. Kamu gak tega melihat hewan2 dibunuh utk dimakan, jadilah seorang vegetarian dan daftarkan dirimu di peta2.com. Kamu bosan melihat budaya modern nan konsumtif anak muda yang manja dan kadang berlebihan, jadilah seorang berandal pasar barang bekas dan kenakan pakaian bekasmu dengan bangga dan stylish. Kamu merasa menyesal membeli majalah yang dipenuhi wajah2 infotainment ga penting, bikin dan cetaklah wajahmu sendiri. Bosan ama design kaos2 distro yang makin seragam dan cheesy, bikin clothing-line mu sendiri. Akan lebih baik jika kamu melakukan itu semua tanpa menjadi seorang fasis yang kaku. Just do your own thing.



See..banyak hal2 berontak yang bisa kamu lakukan di Indonesia tanpa harus merugikan orang lain dan malah bisa menguntungkan jika kamu bisa me-manage 'kenakalanmu'



Jadilah seorang counter-culture with a big heart, yang bertanggung jawab, respect thd keluarga, lingkungan dan bumi pertiwi. Dont judge us, musicians,by the way we look or the way we dress, coz these days, anyone can look so punk, so psycho, so emo, so rockabilly, so metal dalam hitungan detik. Zap! Just like that!



Jangan sampai terjebak menjadi seorang rebel bodoh yang hanya mengejar status sosial.



You gotta know where you stand and why you stand there. Knowledge [pengetahuan] is king and that's all you need to be a real modern rebel.

3 Rebels Million Outsiders


Oleh: m.mazidil kamal
Share :   

image
Superman Is Dead (Foto: Den Widhana)
Jakarta - Demi menghormati tuan rumah, saya memesan bir ketika waitress Twice Bar, Kuta, bertanya minuman apa yang saya mau. Pemilik bar ini adalah I Gede Ari Astina, frontman dan tukang gebuk drum Superman is Dead (SID) yang lebih akrab dengan panggilan Jerinx. Memisahkan SID dengan bir, ibarat memisahkan hujan dan mendung, sesuatu yang sangat jarang terjadi.

Setidaknya begitulah stereotipe pada SID: beer, glam, tato, punk. Maka demi menghormati mereka, saya pesan bir, bukan es teh, es jeruk, atau jus sore itu sambil menunggu SID selesai latihan di studio mereka, akhir Januari lalu.

Sekitar 15 menit kemudian, usai latihan, personel SID naik ke lantai dua, tempat di mana saya menunggu bersama Dodix, manajer SID, dan Yenny dari manajemen SID. Seorang perempuan yang mengaku sebagai Lady Rose juga ada di sana. Vokalis sekaligus gitaris SID I Made Putra Budi Sartika (Bobby Kool) serta bassist merangkap vokalis latar I Made Eka Arsana (Eka Rock) datang. Jerinx menyusul kemudian.

Sore itu tak ada pengunjung lain di bar di Poppies II, gang salah satu cikal bakal pariwisata di Kuta, bahkan Bali, sehingga menjadi gemerlap seperti saat ini. Jerinx mengajak kami duduk di pojok bar berdinding motif kotak-kotak hitam putih dan poster-poster vintage itu. Ini bukan pertemuan pertama saya dengan mereka. Tapi ini pertama kalinya saya main dan bertemu mereka di Twice Bar, tempat SID sering berkumpul, latihan atau bikin acara dengan para penggemarnya.

Bukannya memesan bir, Eka dan Bobby malah “cuma” pesan minuman a la anak kos, teh dan jeruk manis hangat. Mereka tak meminum bir sama sekali di antara obrolan kami selama hampir tiga jam tersebut, tidak juga bagi Jerinx yang secara fisik terlihat paling rebel dengan tato di seluruh tubuhnya. Sejujurnya, sebelum bertemu, saya sudah berasumsi obrolan itu akan dipenuhi bir atau rokok tanpa henti. Ternyata tidak juga. Selama wawancara, Eka, Bobby, maupun Jerinx sama sekali tak minum bir, hal yang sering mereka perlihatkan saat di atas panggung.

SID dikenal sebagai bad boy atau malah rebel. Dengan musik punk, badan penuh tato, serta lirik-lirik lagu penuh kritik sosial, SID mudah diidentikkan sebagai rebel. Paling tidak mantan manajer SID Rudolf Dethu menyebut begitu. Karena citra rebel ini, mereka bisa menjadi salah satu band dengan jumlah penggemar terbesar di Indonesia. “Mungkin anak-anak sekarang menemukan sosok bad boy pada SID setelah era Slank. Makanya SID punya jutaan penggemar sekarang,” kata Dethu.

Besarnya pengaruh SID dibuktikan dengan masuknya mereka dalam Billboard Uncharted di urutan ke-23 hingga Februari lalu. Di situsnya, Billboard menyatakan bahwa Uncharted ini merupakan daftar musisi baru ataupun berkembang yang belum masuk di Billboard Chart, tanpa mempertimbangkan asal negara musisi. Uncharted didasarkan pada penampilan musisi di media online termasuk jejaring sosial, seperti MySpace, Facebook, Twitter, Last.fm, iLike, Wikipedia, dan seterusnya.

Daftar ini memang bukan peringkat mingguan yang biasa mereka keluarkan sebagai paramater musisi, band maupun penyanyi, dengan tingkat penjualan album tertinggi di Amerika Serikat. SID adalah band Indonesia pertama yang masuk peringkat ini. “Kami tidak terlalu kepikiran akan masuk sana. Billboard jauh dari lirik lagu SID. Kalau masuk Grammy sih ingin,” kata Jerinx.

Informasi masuknya SID dalam Billboard Uncharted ini mereka peroleh dua minggu sebelum kami bertemu untuk artikel ini. Pemberitahuan itu dikirim lewat email oleh Evy Nogy, Editor Billboard. “Mungkin mereka melihat aktifnya kami dalam penggunaan Facebook untuk fans group. Kami tidak hanya memberikan informasi tentang band tapi juga ada interaksi dengan penggemar.

Itu mungkin jadi perhatian Billboard pada kami,” kata Eka. “Prinsipnya, mereka melihat intensity, loyality, and activity di Facebook. Banyak band lain yang mungkin punya penggemar lebih banyak tapi kurang aktif dibanding kami. Jadi, penghargaan ini bukan hanya dari sisi kuantitas tapi juga kualitas,” tambah Jerinx.

SID memang termasuk band yang aktif di jejaring sosial, termasuk Facebook. Hingga awal Februari lalu, jumlah penggemar Superman is Dead di Facebook mencapai hampir 1,8 juta orang. Untuk ukuran musisi Indonesia, jumlah ini adalah yang terbesar. Bandingkan misalnya dengan Slank yang punya 833 ribu penggemar, ST 12 dengan 808 ribu penggemar, atau yang paling mendekati adalah Ungu dengan 1,6 juta penggemar.

Namun banyak-nya penggemar juga bisa banyaknya musuh, atau setidaknya “pengawas”. Sebab, 1,8 juta penggemar di Facebook tidaklah berarti semua memang penggemar musik dan lirik band punk kelahiran Kuta ini. “Tidak semua penggemar di Facebook suka SID. Banyak yang ikut di Facebook hanya untuk melihat hal negatif tentang kami,” kata Jerinx.

Perjalanan SID memang tak bisa dilepaskan dari “musuh”, terutama di kalangan musisi punk. Mereka menerbitkan tiga album pertamanya secara indie. Pada tahun 1997, band yang lahir di Kuta ini mengeluarkan album Case 15. Dua tahun kemudian mereka mengeluarkan album sesuai nama band mereka sendiri, Superman is Dead. Album terakhir mereka di jalur indie, Bad, Bad, Bad, terbit pada 2002. Setahun kemudian, mereka dikontrak major label, Sony BMG.

Bersama label ini, hingga saat ini SID telah mengeluarkan empat album, yaitu Kuta Rock City (2003), The Hangover Decade (2005), Black Market Love (2006), dan Angels & the Outsiders (2009). Karena sejarahnya dekat dengan musik indie, maka ketika akhirnya SID dikontrak major label, banyak anak punk nyinyir pada mereka.

Tak hanya nyinyir, sebagian anak punk mewujudkan kebencian tersebut melalui kekerasan pada SID, terutama ketika mereka konser. Di Singaraja, Bali, mereka pernah dilempari batu ketika konser. Di Medan dan Yogyakarta, mereka mengalami kekerasan lebih parah yang bahkan mereka sebut sebagai tindakan barbar. Di Medan, kekerasan terjadi ketika mereka tampil di Universitas Sumatera Utara (USU) pada 7 Oktober 2003, beberapa saat setelah mereka dikontrak Sony BMG.

Sebelum konser dimulai mereka mengaku sudah mendapatkan atmosfer tak enak. Ada selebaran anti SID berisi tulisan “Menjadi Rock Star adalah pilihan. Menjadi Punk Rock Star adalah pengkhianatan.” Aroma kebencian makin terasa ketika SID tampil. Pada lagu kedua, sebagian penonton berpakaian street punk mulai mengeluarkan caci maki ke SID dengan sebutan, “Pengkhianat. Pengkhianat!”
Lalu umpatan itu disertai dengan bentuk kekerasan fisik. Botol air mineral, botol bir, sandal, sepatu, batu, bambu penyangga umbul-umbul, bahkan monitor melayang ke atas panggung.

Bobby dan Eka yang di depan harus menyanyi sambil menghindari semua serangan tersebut. Apalagi saat itu sudah malam sehingga lemparan-lemparan sering tak terlihat. “Mereka yang anti SID ini sebenarnya sedikit dibanding jumlah penonton. Tapi karena aksinya berani dan kasar, maka mereka terlihat menonjol,” kata Rudolf Dethu, manajer SID saat itu.

Masuk lagu keenam, kekerasan itu terus berlanjut. Sampai akhirnya pada lagu keenam, tiga personel SID memutuskan tidak melanjutkan penampilan. Mereka berhenti dan lari ke belakang panggung dengan teriakan dan umpatan yang tidak juga berhenti. Suasana kacau. Bahkan ketika masuk mobil menuju hotel pun mereka masih dikejar-kejar anak-anak street punk tersebut.

Kejadian sama terulang lagi ketika mereka tampil di Yogyakarta, persis sehari setelah tampil di Medan. Mereka dilempari sebagian dari ribuan penonton yang menonton konser SID di Kota Pelajar itu. Saat itu mereka tampil di kampus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. Baru pada lagu kedua, sebagian penonton berpakaian street punk bikin huru-hara. Salah satunya bahkan naik ke panggung setelah pura-pura pingsan dan dibawa ke belakang panggung lalu berlari memukul Bobby, vokalis SID. Bobby balik memukul, begitu pula sebagian panitia dan keamanan konser. “Aku ikut-ikutan menghajarnya. Ha-ha-ha,” kata Dethu. Karena suasana kacau, ketiga personel SID dibawa ke masjid kampus UPN agar terhindar dari kekacauan lebih besar.

Kekerasan di Singaraja, Medan, dan Yogyakarta terjadi akibat tuduhan bahwa SID telah sell out, mengkhianati punk dengan masuk ke major label. “Mereka yang benci SID karena masuk major label itu karena indoktrinasi. Mereka punya fanatisme berlebihan terhadap ideologi tertentu termasuk punk. Mereka sama saja dengan fundamentalis. Mereka berasumsi semua yang masuk major label itu brengsek. Padahal tidak juga. Ketika masuk, kami tawar-menawar dulu dengan label. Tapi mereka [anak punk yang benci SID] tidak tahu proses itu. Mereka pikir kami melacur dengan kirim demo dan semacamnya. Itu tidak benar. Label yang cari kami, bukan sebaliknya,” kata Jerinx.

Bobby menimpali, “Orang kalau sudah terindoktrinasi cenderung pakai kaca mata kuda, melihat kebenaran hanya dari satu sisi.” Mereka menambahkan sekali lagi, street punk pembenci SID ini sebenarnya berjumlah sangat sedikit dibanding anak-anak punk lain, yang meski tidak setuju dengan pilihan SID masuk major label namun tetap menjaga persaudaraan maupun menikmati konser SID.

SID punya alasan tersendiri kenapa mereka akhirnya masuk major label. Pertama, lebih menghasilkan dibanding indie label. “Selama delapan tahun main di indie, kami tidak pernah menikmati hasilnya. Jadi kalau bisa dapat major label yang tidak membatasi kami dalam bermusik pasti bagus,” kata Bobby. Mereka bercerita ketika masih di indie, membeli senar gitar saja susah. Mereka pakai sandal untuk simbal. Pakai pick gitar dengan tutup bungkus sabun colek.

“Biar hemat, kami harus merebus senar gitar yang habis dipakai supaya senarnya bagus kembali,” tambah Eka. Parahnya lagi, sering sekali mereka mendapat jawaban klise dari distro yang menjual kaset mereka. “Masak kalian tidak percaya, sih, sampai menagih terus pada kami,” adalah jawaban generik yang diberikan tiap kali anak-anak SID menanyakan hasil penjualan album. Setelah masuk major label, mereka kini menikmati hasil bermusiknya. Bisa punya studio sendiri. Undangan manggung juga datang dari mana-mana meski bayaran mereka saat ini antara Rp 40-50 juta.

Mereka menepis tuduhan bahwa mereka melacur. Jika sebagian band mengemis pada major label agar dikontrak, maka tidak demikian dengan SID. Menurut Dethu, mereka tidak pernah menawarkan CD demo pada major label tapi justru sebaliknya, mereka dicari melalui perantara teman. “Kami berikan CD ke Pak Yan Djuhana [bos Sony BMG] . Lalu beberapa bulan kemudian dia telepon kami mengajak rekaman. Tentu saja kami senang. Tapi tawaran ini juga jadi perdebatan kami secara internal apakah diterima atau tidak,” kata Dethu. Ketakutan Jerinx, Bobby, Eka, dan Dethu saat itu karena mereka takut dianggap selling out oleh komunitas punk.

Setelah negosiasi cukup alot, SID lalu sepakat menerima tawaran tersebut dengan sejumlah syarat, seperti komposisi dan lirik yang digunakan. Karena terbiasa menggunakan bahasa Inggris, SID meminta agar semua lagu ditulis dalam bahasa Inggris. Sebaliknya, pihak Sony BMG justru minta semua dalam bahasa Indonesia. Komprominya kemudian adalah materi lagu terdiri dari 70 persen bahasa Inggris, 30 persen bahasa Indonesia. Jadi, dari 14 lagu pada album pertama, empat di antaranya berbahasa Indonesia, 10 menggunakan bahasa Inggris. “Itu bentuk kompromi kami dengan major label. Kami justru belajar membuat lirik bahasa Indonesia setelah kontrak dengan major label. Kalau ada keterlibatan lain Sony BMG dalam pemilihan lagu, lebih pada urutan lagu dalam album. Bagi kami, tidak masalah urutannya. Toh semuanya lagu kami sendiri,” kata Jerinx.

Di bawah salah satu label terbesar di Indonesia, distribusi album pertama SID bersama Sony BMG langsung naik ratusan kali lipat. Kalau zaman indie mereka paling banyak bisa jual 400 keping kaset atau maksimal 1.000 keping, sekarang mereka bisa distribusi album hingga 400.000 copy. Ini alasan kedua kenapa SID mau rekaman di bawah major label. “Buat apa bikin musik bagus kalau tidak didengar orang lain? Seidealis apa pun musisinya, pasti dia ingin didengar,” ujar Jerinx.

Minggu, 26 Juni 2011

Konser Superman Is Dead Telan Korban Jiwa



Keributan yang terjadi saat konser musik rock kelompok Superman Is Dead di Stadion Sriwedari, Solo, mengakibatkan satu orang tewas dan dua orang luka-luka terkena benda tajam.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, korban tewas bernama Yudi Widiyanto (18), warga Kalibata, Majogedang, Karanganyar; dan dua orang menderita luka tusuk, yaitu Rieza Randhani (19), warga Jalan Kenari Perum Bumi Graha Indah Jaten, Karanganyar, dan Dwi Martanto (22), warga Begalon, Danusuman, Serengan, Solo.

Setelah dilakukan visum, korban tewas langsung dibawa keluarganya pulang, sedangkan dua korban terkena tusukan kini masih dirawat di Ruang Kamajaya RS Kasih Ibu, Solo.

Menurut Windu Suseno, paman korban Dwi Martanto, keponakannya melihat konser musik rock Superman Is Dead yang diselenggarakan oleh Djarum Super di Stadion Sriwedari.

Saat terjadi keributan di lokasi sekitar pukul 13.30 WIB, korban tidak mengetahui dan tidak merasakan kalau ditusuk dari sebelah kiri punggungnya. "Badannya yang terluka hanya terasa panas seperti kena api rokok. Tapi ketika diraba ternyata terluka kena tusukan benda tajam," kata Windu menirukan korban.

Menurut Windu, korban terluka pada bagian punggung bagian kiri bawah dan luka sedalam sekitar enam sentimeter. Korban kini akan dioperasi.

Sementara Sulasono, ayah Rieza, menjelaskan, anaknya terluka akibat tusukan pada punggung atas dan kini sedang menjalani perawatan intensif di RS Kasih Ibu, Solo. Menurut pengakuan anaknya, dia tidak mengetahui jika dirinya terkena tusukan saat itu ada keributan di lokasi kejadian. Korban melihat temannya bernama Yudi (korban tewas) terjatuh dan korban mengira Yudi sakit epilepsi. Setelah ditolong, ternyata bersimbah darah akibat terkena tusukan pada dadanya. Korban langsung dibawa ke RS Kasih Ibu, Solo.

Sementara Kasatreskrim Poltabes Surakarta Kompol Susilo Utomo membenarkan peristiwa keributan yang menelan korban satu orang tewas itu. Polisi hingga saat ini masih melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut.

superman Is Dead" Gelar Konser Tanpa Dibayar



Jum'at, 11 Desember 2009 | 20:17 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Superman Is Dead bukan sekedar band yang memainkan musik hanya untuk musik. Band ini punya misi pendidikan di balik raungan musiknya yang keras. Maka, ketika Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengajaknya untuk memperingati hari Hak Asasi Manusia sedunia besok di Taman Ismail Marzuki, band asal pulau dewata ini langsung menyatakan setuju.

Menariknya, band yang beranggotakan Bobby Kool, vokalis sekaligus gitaris, Jerinx, penggebuk drum, dan Eka Rock, pembetot bass, tidak mematok bayaran. Band ini hanya meminta jaminan transportasi dan akomodasi selama ada di Jakarta. “Biar bagaimanapun kami juga butuh tempat buat istirahat dan tidur sejenak. Bali-Jakarta jauh sobat,” jawab dia kepada Tempo di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, (11/12). Bersama lembaga pegiat kemanusiaan tersebut, SID akan menggelar panggung di pelataran TIM. Selain membawakan 15 lagu, band ini juga akan menyelipkan orasi kepada masyarakat dan pemerintah untuk menghargai perbedaan. “Kita akan mengajak Outsiders dan Lady Rose (sebutan fan SID) untuk menghargai sesama,” timpal Bobby Kool. Menurut Bobby Kool, antara SID dan lembaga tersebut mempunyai visi yang sama dalam melihat kenyataan Indonesia saat ini. “Kita melihat ketidakadilan masih ada di negeri ini seperti kemiskinan dan ada upaya penyeragaman kepada seluruh rakyat. Itu bisa dilihat pada UU pornografi,” tambah vokalis itu lagi. Bagi SID, pagelaran tersebut bertujuan mengingatkan kepada pemerintah dan masyarakat bahwa seharusnya HAM harus dihormati. Karena, selama ini sebenarnya pelanggaran HAM di Indonesia masih terus berlangsung. “Dan selama ada ketidakadilan dan pelanggaran, SID akan terus menyuarakan kritik melalui musik kerasnya,” ungkap Eka Rock.

superman is dea Warped Tour 2009 di Time Warner Cable Amphitheatre di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat.


”More! More! More!” Teriak puluhan penonton meminta Superman Is Dead (SID) menyanyikan lagi beberapa lagu. Ini bukan terjadi di konser SID di Indonesia, melainkan di arena Warped Tour 2009 di Time Warner Cable Amphitheatre di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat.
Sayang SID tidak bisa memenuhi permintaan mereka karena jatah manggungnya selama 20 menit sudah berakhir. Sambil turun panggung, vokalis SID, Bobby Kool, berteriak, ”Kamu bisa mendengarkan CD album kami.”
Sebagian penonton pun mendatangi personel SID di belakang panggung, berbincang, kemudian membeli CD album SID. Mereka juga meminta tanda tangan dan foto bersama SID.
 Selain di Cleveland, kata Eka Rock, SID juga mendapat sambutan meriah di Indianapolis dan Las Cruces. Di Las Cruces, SID bahkan bisa memancing penonton untuk moshing atau saling mendorong dan saling mengempaskan tubuh di tengah massa ketika SID main.
Di kota-kota lain, penampilan SID umumnya hanya ditonton rata-rata 30 orang. Itu masih bagus. Banyak band lain yang hanya ditonton sekitar 10 orang.
Di ajang ini, band yang belum punya nama memang harus bersaing langsung dengan band tenar, seperti Bad Religion, NOFX, Anti Flag, dan A Day to Remember, merebut penonton. Di Pittsburgh, misalnya, SID harus bermain pada waktu yang hampir bersamaan dengan NOFX dan Anti Flag. Panggung mereka pun hanya berjarak masing-masing 30-an meter. Bisa ditebak, penonton lebih melirik NOFX dan Anti Flag.
Agar ditonton banyak orang, personel band yang belum punya nama harus promosi keliling arena Warped Tour sambil membawa papan bertuliskan nama bandnya dan jadwal manggung hari itu. Ada pula yang mengecat nama band mereka di aspal di lokasi-lokasi strategis atau membagi selebaran.
Personel SID berusaha memikat perhatian dengan berputar-putar arena Warped Tour mengenakan kain kotak-kotak dan penutup kepala khas Bali. Di tengah kerumunan massa, mereka berteriak, ”We are from Bali, Indonesia.”
Hasilnya? Mereka menemukan beberapa orang yang sudah tahu SID dari situs Myspace. Sebaliknya, mereka pun menemukan beberapa orang yang jangankan tahu SID, tahu Bali dan Indonesia saja tidak. Di California, misalnya, seorang pengunjung Warped Tour bertanya,
”Apakah Anda orang Meksiko?””Bukan. Kami dari Bali.”
”Oh, Bali (dia melafalkannya ballay). Apakah itu suatu tempat di California?”(Gubrak!!!)
Pada akhirnya, para personel SID harus menjadi ”duta bangsa” yang tidak hanya menjelaskan musiknya, melainkan juga letak Indonesia di peta dunia. Kemudian, SID memberikan gambaran bahwa Bali itu Pulau Dewata yang indah-permai, gemah ripah loh jinawi. Untungnya, mereka tidak banyak bertanya soal teror bom di Indonesia.
Hemat
Bagaimana SID bisa bermain di festival punk terbesar di dunia ini? Jerinx, drumer SID, mengatakan, mereka direkomendasikan NOFX yang mereka kenal ketika band itu konser di Bali tahun 2007. Saat itu, SID menjadi band pembuka konser NOFX.Apa makna tur ini bagi SID? Jerinx mengatakan, tur ini memberi pengalaman yang sangat berarti. ”Kami sekarang tahu bagaimana cara bersaing dengan band-band lain, bagaimana cara tampil di festival sebesar Warped,” ujarnya.Di ajang Warped Tour kali ini, SID menjadi satu-satunya band dari Asia. Dalam sejarah Warped Tour yang dimulai tahun 1994, selain SID, baru ada dua band asal China dan Jepang yang bisa tampil di sini.
SID tampil di 11 dari 47 kota di AS dan Kanada. Penampilan perdana mereka dimulai di beberapa kota di California yang berada di pantai barat AS. Mereka kemudian bergerak ke Arizona di selatan, New Mexico di tengah, Texas, Indianapolis, terus bergerak ke pantai timur ke Ohio dan Pennsylvania. Dengan demikian, perjalanan SID bisa dikatakan membelah AS dari pantai barat ke timur yang kalau menggunakan pesawat bisa berjam-jam.Tapi, SID tidak menggunakan pesawat. Mereka memakai mobil van sewaan yang disesaki tujuh penumpang ditambah peralatan band dan tas-tas besar. Perjalanan ini memang jauh dari mewah. Modal untuk tur di AS yang diperoleh SID dari sponsor, menurut Bobby, tidak lebih dari Rp 250 juta. Sementara honor setiap tampil di Warped Tour hanya 250 dollar AS dipotong pajak 30 persen.Uang itu harus dicukup-cukupkan untuk menutup semua pengeluaran SID selama mengikuti Warped Tour dari 26 Juni-9 Juli yang dilanjutkan dengan konser From Bali With Rock di enam kota di AS hingga akhir Juli nanti.Karena itu, mereka benar-benar hemat. Mereka, misalnya, hanya menyewa satu kamar hotel untuk tujuh orang. ”Pokoknya gila deh,” kata Boby, Jumat (10/7), ketika berbincang-bincang di Washington DC.
Di Indonesia, nama SID kini sedang melambung tinggi. Lagunya, ”Jika Kami Bersama”, belakangan ini sering diputar di layar televisi dan radio. Namun, jauh sebelum lagu itu keluar, SID yang dibentuk tahun 1995 telah malang melintang di sejumlah gig atau panggung indie. Mereka juga sempat merilis tiga album indie tahun 1997, 1999, dan 2002.Tahun 2003, SID bergabung dengan label Sony Music Indonesia dan menelurkan album Kuta Rock City. Lewat dua lagu andalan, ”Kuta Rock City” dan ”Punk Hari Ini”, mereka langsung disejajarkan dengan grup-grup rock mapan Indonesia. Masih bersama Sony, tahun 2004, 2006, dan 2009 SID berturut-turut merilis album The Hangover Decade, Blackmarket Love, dan Angles and The Outsiders.Bersamaan dengan itu, komunitas penggemar SID, Outsiders, pun terbentuk di beberapa daerah, seperti Yogyakarta, Bandung, Bali, dan Jakarta.Meski bergabung dengan label utama, SID tidak banyak berubah. Musik mereka tetap garang dan lirik lagunya masih menyuarakan kepentingan kaum marjinal, mengecam kesewenang-wenangan politik, dan kemarahan alam. Buat SID, lanjut Jerinx, musisi harus memiliki keberpihakan pada yang lemah.
Citra SID sebagai band yang garang, kasar, dan berandalan juga tetap melekat meski sebenarnya para personel SID dalam keseharian ternyata amat santun dan gaya hidupnya sangat biasa. Eka yang asli Negara, Bali, dan bernama asli I Made Eka Arsana (34), rajin minum susu; Jerinx atau I Gede Ari Astina (32) berusaha menjadi vegetarian; Bobby atau I Made Putra Budi Sartika (32) jarang merokok.
Selain sedang mempersiapkan peluncuran album baru mereka pada 2011 mendatang, Superman Is Dead juga mempersiapkan hal lain. Pasalnya, dalam waktu dekat, SID akan melakukan konser di Pontianak.
"Selain persiapan penggarapan album baru, kami juga menjadwalkan akan melaksanakan konser di Kota Pontianak dalam waktu dekat ini," kata Eka Rock.
Untuk itu, dirinya bersama personel yang lain tengah bersiap untuk konser tersebut supaya bisa memuaskan para outsider atau para penggemar grup band tersebut.
Selain itu, ucapnya, pihaknya juga berencana akan melakukan konser di luar negeri. Waktunya sekitar awal 2011. Tapi hal itu masih dalam rencana, sebab untuk melakukan hal itu memerlukan persiapan yang baik, katanya.
Superman Is Dead adalah sebuah grup musik dari Bali, bermarkas di Poppies Lane II, Kuta. Grup musik itu beranggotakan tiga pemuda asal Pulau Dewata, yaitu Bobby Kool sebagai gitaris dan vokalis, Eka Rock sebagi pemain bass, dan Jerinx sebagai pemain drum.
Pada awal mula kemunculan, sekitar akhir 1995, gaya musik grup band itu terpengaruh oleh band-band asing, seperti Green Day dan NOFX. Kemudian, inspirasi musikal mereka bergeser ke genre Punk n Roll seperti gaya bermusik grup Supersuckers dan Social Distortion. (antara/npy)

Kamis, 23 Juni 2011

ini lah sosok cwek yg mmbuat hatiku tenang




Rabu, 08 Juni 2011

foto klasik superman is dead









SUPERMAN IS DEAD



Superman Is Dead (disingkat SID) adalah sebuah grup musik dari Bali, bermarkas di Poppies Lane II - Kuta. Grup musik ini beranggotakan tiga pemuda asal Bali, yaitu: Bobby Kool sebagai gitaris dan vokalis, Eka Rock sebagi bassis, dan Jerinx sebagai drummer.
Pada awal mula kemunculan, sekitar akhir tahun 1995, SID terpengaruh gaya musik dari band-band asing seperti Green Day dan NOFX. Di kemudian hari, inspirasi musikal SID bergeser ke genre Punk 'n Roll à la grup musik Supersuckers, Living End dan Social Distortion.
Penggemar Superman Is Dead disebut Outsiders bagi yang laki-laki dan Lady Rose bagi yang perempuan.

Superman Is Dead yang biasanya dipanggil SID terbentuk pada tahun 1995. Awal mula terbentuknya SID (Superman Is Dead) dimotori oleh anggota band heavy metal thunder bernama Ari Astina sering dipanggil Jerinx yang ingin membentuk band baru. Dan drummer band new wave punk diamond clash Budi Sartika yg biasa dipanggil Bobby Kool yang ingin menjadi gitaris dan vokalis.

Jerinx dan Bobby bertemu di Kuta, Bali. Kedua orang itu kemudian sepakat untuk membentuk sebuah band. Pada saat itu bass masih diisi oleh additional bassist bernama Ajuzt. Band mereka pada awalnya membawakan lagu-lagu dari Green Day.



Hari berganti hari datanglah personil baru yang bernama Eka Arsana panggilannya Eka Rock. Eka menjadi resmi sebagai personil SID. Dulu nama bandnya bukan Superman Is Dead tetapi Superman Is Silver Gun. Kemudian karena nama Superman Is Silver Gun kurang cocok bergantilah menjadi Superman Is Dead atau SID. Superman Is Dead mempunyai arti yaitu bahwa manusia yang sempurna hanyalah illusi belaka dan imajinasi manusia yang tidak akan pernah ada.


PERSONIL S.I.D





Bobby Kool
Nam asli : I Made Putra Budi Sartika
Tempat/tgl lahir : Denpasar, 8 September 1977
Umur 32 tahun; 
Di grup Superman Is Dead, Bobby memainkan instrumen gitar dan sekaligus sebagai vokalis.
Pendidikan : Sastra Inggris, Faksas Univ. Warmadewa Denpasar











 




Eka Rock
Nama asli : Made Eka Arsana
Tempat / Tgl lahir : Negara, 8 Februari 1975;
umur 34 tahun; 
Di grup Superman Is Dead, Eka Rock memainkan instrumen bass.
Pendidikan : Sastra Inggris, Faksas Unud
















Jerinx
Nama asli : I Gede Ari Astina 

Tempat/Tgl lahir : Kuta, 10 Februari 1977;
Umur 32 tahun;
Di grup Superman Is Dead, Jerinx memainkan instrumen drum. 
Pendidikan : Fakultas Ekonomi, Undiknas Denpasar